PENGENDALIAN DIRI DALAM PANCA YAMA
BRATA
(TATA SUSILA)
Ni Luh Putu Indrawati
Alumnus at Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma
Nusantara Jakarta.
Abstract
Hinduism
has a final goal to achieve Moksah. Moksah is the union between Atman and Brahman, which is the source of all
Atman is in every living thing.
To
be one with Brahman, the Atman must remove a thin layer of the cover it is
termed by Panca Maya Kosa. To remove that thin layer, we have to do Yoga in a
rigorous and disciplined.
The
first stage of the process in Yoga is the Panca Yama Bratha. Panca yama brata is
five kinds of self-control for the first level to achieve physical perfection
and holiness. Panca yama brata be made at the beginning, because once freed
from the dirty deeds will be able to make the mind and heart of a saint.
Keywords: Self-control, Panca
Brata Yama, Yoga
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Tujuan
akhir Agama Hindu adalah untuk mencapai moksa. Moksa adalah kebahagiaan sejati
yaitu terbebas dari hokum sebab akibat dan hukum karma phala. Moksa adalah
kebebasan yang hakiki yang perlu untuk dicari oleh umat hindu. Ini adalah salah
satu keyakinan selain dari Brahman, Atman, Karma, dan Punarbhawa yang merupakan
bagian dari panca sraddha.
Moksa
akan dapat dicapai ketika mahluk hidup khususnya manusia mampu terlepas dari
lingkaran suka duka kehidupan. Adanya suka duka kehidupan di dunia ini adalah
tidak terlepas dari hukum karma phala yang selalu menemani segala bentuk
kegiatan manusia apabila kegiatan atau karma yang dilakukan berdasarkan atas
keinginan pada hasil.
Bekas-bekas
karma inilah yang selalu menyelubungi sang hyang atma sehingga ia akan tidak
bisa bersatu dengan sangkan paraning sarat ataupun sangkan paraning dumadi yang
tiada lain adalah Brahman. Tidak bisa bersatunya Atman dengan Brahman karena
atman masih dibatasi oleh selaput tipis yang menyelubungi yang sering
diistilahkan dengan panca maya kosa.
Panca
maya kosa adalah lima macam lapisan yang menyelubungi atman. Lima macam lapisan
tersebut diantaranya adalah
1.
Annamaya kosa, yaitu lapisan yang menyelubungi
atman adalah berasal dari sari-sari makanan;
2.
Manomaya kosa, unsur manah atau pikiran yang masih
menyelubungi atman, dimana atman masih dipengaruhi oleh pikiran atau pikiran
masih melekat pada atman seperti ingatan-ingatan semasa hidupnya yang lalu;
3.
Pranomaya kosa, yaitu atman masih terikat pada
prana atau sari makanan yang asalnya dari udara;
4.
Wijnana maya kosa, yaitu lapisan dari ilmu
pengetahuan yang mengikat sang hyang atman.
5.
Anandamaya kosa, yaitu atman masih dipengaruhi oleh
unsur-unsur kebahagiaan dan atman masih terikat dengan kebahagiaan duniawi seperti
keinginan untuk mendapatkan sorga.
Kelima
lapisan tersebut adalah pembatas bagi atman untuk dapat bersatu dengan Brahman.
Maka dari itu perlu untuk dihilangkan secara bertahap sedikit demi sedikit,
karena manusia tidak dapat menghilangkan sifat-sifat duniawi sepenuhnya. Sifat-
sifat ini ada karena manusia khususnya dipengaruhi oleh tri guna.
Untuk
meningkatkan kesucian dalam diri, maka hidup harus dijalani sesuai dengan
mazab, ataupun jenjang-jenjang kehidupan yang telah ditentukan oleh agama.
Dalam Agama Hindu diajarkan mengenai jenjang-jenjang kehidupan tersebut yang
dikenal dengan catur asrama. Bagian-bagiannya adalah Brahmacari, Grhasta,
Wanaprasta, Biksuka atau sanyasin.
Pada masa
brahmacari diharapkan umat harus mampu menuntut ilmu dengan disiplin, karena
bramacari merupakan masa menuntut ilmu. Brahmacari ada dua jenis yaitu
brahmacari pada masa muda/lajang dan brahmacari pada masa grehasta. Brahmacari
pada masa grehasta ada tiga, yaitu sukla brahmacari ; tidak menikah/kawin
seumur hidup, sewala bramacari ; menikah hanya satu kali dalam kehidupan, dan
tresna brahmacari yaitu menikah lebih dari satu kali.
Grehasta
adalah masa berumah tangga, yaitu diharapkan umat untuk melaksanakan suatu
pernikahan yang didasarkan atas sastra demi kelangsungan hidup manusia. Dalam
melaksanakan hidup berumah tangga diperlukan mental yang matang dan kuat,
karena pada masa ini seringkali godaan-godaan akan mengancam keharmonisan dalam
berumah tangga jadi sangat diperlukan adanya pengendalian diri.
Wanaprastha
adalah masa pengasingan diri ke dalam hutan. Mungkin jaman dulu hal ini sangat
banyak dilakukan oleh umat, namun dimasa kekinian tentu saja hal tersebut
sangat jarang dilakukan. Namun bila di telaah lebih mendalam tentu masa
pengasingan diri kehutan dapat diinterpretasikan bahwa kita harus lebih banyak
melakukan perenungan kedalam diri. Karena didalam dirilah sesungguhnya hutan
dengan banyak binatang buas itu berada, seperti adanya sad ripu dan sebagainya.
Untuk menjaga keselamatan didalam hutan yang ada dalam diri sendiri adalah
dengan cara mempelajari ajaran yang merupakan kebenaran abadi, dan kebenaran
yang langgeng dan abadi itu tiada lain adalah ajaran agama yang di suratkan
dalam kitab suci.
Terakhir
adalah masa biksuka atau sanyasin, yaitu masa dimata manusia khususnya bagi
umat hindu untuk menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan lebih banyak
mempelajari ajaran weda agar bisa memberikan pencerahan kepada umat. Pada masa
ini sangat dianjurkan kepada umat untuk dapat melaksanakan peningkatan kesucian
baik lahir maupun bathin melalui upacara mediksa untuk menjadi pandita.
Sebelum
menjadi seorang pandita maka calon diksa harus terlebih dahulu mempelajari
tentang batasan-batasan menjadi seorang pandita. Yang menjadi landasan
pelajaran bagi calon diksa salah satunya diuraikan dalam lontar silakrama,
slokantara, wrespati tattwa dan masih banyak lagi yang berdasarkan atas weda.
Salah satu ajaran yang diuraikan adalah mengenai yama brata.
Yama
brata adalah pengendalian diri tahap awal yang merupakan bagian dari sad angga
yoga. Dalam yama brata diajarkan tentang pengendalian diri dalam batasan badan
jasmani yang bersentuhan langsung dengan duniawi, dimana segala perbuatan
tersebut dapat dirasakan langsung karena sifatnya yang masih kasar dibandingkan
dengan bagian dari sad angga yoga yang lain. Karena sifatnya paling kelihatan
jadi yama brata yang harus dilakukan terlebih dahulu.
B.
Rumusan masalah
Sesuai
dengan latar belakang masalah tersebut maka penulis dapat merumuskan masalah
yang akan dibahas yaitu :
·
Bagaimanakah bentuk pengendalian diri yang ada
dalam panca yama brata
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengendalian
Diri Dalam Panca Yama Brata
Panca
yama brata adalah lima macam pengendalian diri tingkat pertama untuk mencapai
kesempurnaan dan kesucian jasmani. Panca yama brata harus dilakukan paling
awal, karena setelah terbebas dari perbuatan-perbuatan yang kotor akan mampu
membuat pikiran dan hati menjadi suci. Dengan kesucian pikiran dan hati
terbebas dari beban perbuatan kotor yang dilakukan oleh badan jasmani akan
mampu menenangkan pikiran dan pemusatan pikiran pun akan dapat dilakukan untuk
melaksanakan kesucian bathin.
Bagian-bagian
panca yama brata yang diuraikan dalam silakrama adalah Ahimsa, Brahmacari,
Satya, Awyawahara/awyawaharika, dan Astainya/asteya. Berikut ini akan dijelaskan
dari masing-masing bagian tersebut.
1. Ahimsa
Kata
ahimsa sudah tidak asing lagi didengar dalam masyarakat. Ahimsa berarti tidak
membunuh ataupun menyakiti. Menurut ahimsa mengajarkan untuk tidak melakukan
perbuatan, perkataan, dan pikiran yang dapat menyakiti orang ataupun mahluk
lainnya. Melakukan perbuatan seperti menyakiti sangat dilarang oleh Agama
Hindu. Apabila perbuatan. Perkataan, ataupun pikiran yang menyakitkan itu
dilakukan tentunya akan terus membekas dalam alam pikiran yang akan membuat sipelaku
selalu dalam keadaan bingung dan gelisah. Dengan keadaan seperti itu maka suatu
ketenang pikiran tidak akan bisa tercapai.
Pembunuhan
dapat dilakukan bila tidak didasari oleh dorongan nafsu dan indria, tetapi
didasarkan pada sastra. Dalam sastra terdapat pengecualian bahwa pembunuhan itu
dapat dilakukan, yaitu :
1.
Dewa puja : yaitu pembunuhan dibenarkan untuk
tujuan yajna atau dipersembahkan kepada tuhan;
2.
Untuk kepentingan dharma;
3.
Atiti puja : yaitu untuk diberikan kepada
tamu;Menjalankan swadharma kehidupan rumah tangga;
4.
Untuk kesehatan;
5.
Melindungi diri dari segala ancaman pembunuhan;
6.
Tidak dilatar belakangi oleh sad ripu.
Tujuh
bentuk pengecualian tersebut duiraikan dalam sila kramaning aguron-guron
(wrespati tattwa). Namun sebelum melakukan suatu pembunuhan terlebih dahulu
melakukan upacara. Seperti di bali dikenal yang namanya mapapada yaitu
memberikan doa terhadap binatang yang akan dijadikan persembahan. Upacara
mapapada dilakukan pada binatang yang berkaki empat seperti babi, sapid an
lain-lain.
- Brahmacari
Brahmacari
merupakan masa menuntut ilmu. Tarafan hidup dengan tahapan belajar dibedakan
atas dua masa yaitu :
1.
Brahmacari saat usia lajang atau belum menikah;
2.
Brahmacari pada masa berumah tangga.
Pada
brahmacari yang memiliki pengertian pertama tersebut adalah masa menuntut
ataupun masa belajar dari guru dan sastra agama. Pada masa ini harus
benar-benar belajar tanpa menghiraukan kehidupan duniawi, dalam artian bahwa
pada masa ini kita harus mampu mengendalikan diri dari segala godaan nafsu
dunia agar konsentrasi dalam belajar dapat tercapai.
- Satya
Satya
berarti setia, kejujuran, dan kebenaran. Satya ini harus dipelajari dan
dilaksanakan khususnya bagi seorang calon diksa agar setelah natinya menjadi
pandita dapat menjadi tauladan atau panutan bagi umatnya. Ajaran tentang
kesetiaan, kejujuran dan menjaga suatu kebenaran akan dapat dilakukan setelah
terbiasa. Jadi sebelum menjadi seorang pandita maka terlebih dahulu harus
membiasakan diri untuk menjalankan ajaran satya.
Ajaran satya ini dapat dibagi menjadi
lima yang disebut dengan panca satya, yaitu
a. Satya
laksana ; yaitu setia pada perbuatan. Hidup sebagai manusia yang dipengaruhi
oleh triguna maka seringkali manusia tidak mengakui apa yang telah ia lakukan.
Dalam satya laksana yang dipentingkan adalah bagaimana manusia mampu
bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan. Maka berani berbuat harus
berani bertanggung jawab. Manusia juga harus jujur dan selalu melakukan
perbuatan yang berdasarkan pada ajaran dharma. Segala bentuk perbuatan yang
adharma harus bisa dikendalikan dengan menumbuhkan sifat satwam didalam diri.
b. Satya
mitra : yaitu setia terhadap sahabat. Artinya dalam mencari sahabat hendaknya
didasari atas kejujuran. Dewasa ini kebanyakan manusia dalam mencari teman
hanya untuk kepentingan sendiri. Hal ini dikarenakan manusia hanya ingin
mencari keuntungan dalam pertemanan sehingga ketika pada waktunya teman atau
sahabat itu tidak memberikan suatu keuntungan maka ia akan meninggalkan
temannya. Sikap inilah yang harus dikendalikan dan dihindari, karena tidak ada
harta yang lebih berarti dari sahabat.
c. Satya
wacana : yaitu setia terhadap kata-kata. Artinya manusia harus berbicara jujur,
apa adanya dan sesuai dengan kebenaran. Kita harus mampu menghindari dan
mengendalikan diri dari perkataan yang tidak benar, palsu ataupun memfitnah.
Karena fitnah lebih kejam dari pembunuhan.
d. Satya
semaya : yaitu setia terhadap janji. Seringkali dalam kehidupan ini manusia
memberikan janji-janji palsu dan ini sering dilakukan oleh calon wakil rakyat
ataupun pemimpin. Ini harus dihindari, karena sekali berbohong akan menimbulkan
kebohongan yang lain. Tidak mampu menepati janji akan selalu membawa
kegelisahan dalam hati dan pikiran sehingga ketenangan yang diharapkan pun
tidak dapat dicapai.
e. Satya
hredaya : yaitu setia pada kata hati. Seringkali kita dalam melakukan dan
berkata bertentangan dengan kata hati. Pikiran yang tidak benar atau negative
thinking harus dihindari. Karena pikiran yang tidak baik akan mendorong
manusia untuk berkata dan berbuat yang bertentangan dengan dharma.
4. Awyawahara
Awyawahara
berarti tidak terikat pada kehidupan duniawi (tan awiwada). Dalam kehidupan ini
harus mampu mengendalikan indria dari obyek duniawi. Karena bila indria yang
mengendalikan manusia maka ia akan terjerumus dalam kesengsaraan. Kesengsaraan
itu timbul dari dalam diri manusia yang tidak pernah merasa puas terhadap
hal-hal yang bersifat duniawi. Ketertarikan terhadap benda duniawi akan membuat
manusia selalu tenggelam dalam awidya.
Setelah
menjadi seorang pandita, maka yang bersangkutan tidak dibenarkan melakukan
kegiatan jual beli dengan tedensi keuntungan yang berlipat-lipat, simpan pinjam
(rna rni) dan memperlihatkan kepandaian serta memupuk dosa kecuali menjaga
harta warisan, menjaga keutuhan keluarga, dan kesejahteraan istri, anak dan
cucu.
- Asteya
Asteya
berarti tidak mencuri atau memperkosa milik orang lain seperti angutil,
anumpu, dan abegal. Dalam silakrama disebutkan sebagai berikut :
"apabila
seorang wiku berjalan jauh dan dalam perjalanan haus dan lapar lalu mengambil
tumbuhan milik orang tanpa bilang hanya sebatas penghilang haus dan lapar maka
ia terlepas dari dosa"
Ini
berarti bahwa siapapun orangnya khususnya pandita diperbolehkan mengambil milik
orang lain ketika ia merasa haus dan lapar dalam perjalanan jauh. Tetapi barang
yang diambil hanya sebatas untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Tentu
tidak dibenarkan barang yang diambil melebihi keperluan apalagi sampai dijual.
Segala perbuatan hendaknya tidak didasari oleh sad ripu.
Jadi
segala keinginan untuk mengambil ataupun memperkosa milik orang lain yang
didasari oleh sad ripu harus dikendalikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan uraian tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Panca
yama brata adalah lima macam pengendalian diri tingkat pertama untuk mencapai
kesempurnaan dan kesucian jasmani. Panca yama brata harus dilakukan paling
awal, karena setelah terbebas dari perbuatan-perbuatan yang kotor akan mampu
membuat pikiran dan hati menjadi suci.
2. Bagian-bagian
panca yama brata yang diuraikan dalam silakrama adalah Ahimsa, Brahmacari,
Satya, Awyawahara/awyawaharika, dan Astainya/asteya.
3. Ahimsa
berarti tidak membunuh ataupun menyakiti.
4. Pada
brahmacari yang memiliki pengertian pertama tersebut adalah masa menuntut
ataupun masa belajar dari guru dan sastra agama.
5. Satya
berarti setia, kejujuran, dan kebenaran. Satya ini harus dipelajari dan
dilaksanakan khususnya bagi seorang calon diksa agar setelah natinya menjadi
pandita dapat menjadi tauladan atau panutan bagi umatnya.
6. Awyawahara
berarti tidak terikat pada kehidupan duniawi (tan awiwada). Dalam kehidupan ini
harus mampu mengendalikan indria dari obyek duniawi.
7. Asteya
berarti tidak mencuri atau memperkosa milik orang lain seperti angutil,
anumpu, dan abegal.
B.
Saran-saran
Tujuan
akhir Agama Hindu adalah untuk mencapai moksa. Moksa adalah kebahagiaan sejati
yaitu terbebas dari hukum sebab akibat dan hukum karma phala. Moksa adalah
kebebasan yang hakiki yang perlu untuk dicari oleh umat hindu. Ini adalah salah
satu keyakinan selain dari Brahman, Atman, Karma, dan Punarbhawa yang merupakan
bagian dari panca sraddha.
Marilah
kita yakini ajaran Agama Hindu yang kita anut agar kita bisa lebih mantap dalam
menjalankan ajaran agama, pastinya kebahagian dan kesucian akan kita dapatkan.
Kita mulai dari mengendalikan indria kita dari keinginan-keinginan yang
berlebihan yang akan menyeret kita pada perbuatan yang bertentangan dengan
dharma dengan cara melaksanakan Panca Yama Brata.
DAFTAR
PUSTAKA
Sugiharto, I. Bambang ; Rachmat W., Agus, 2000, Wajah
Baru Etika & Agama, Penerbit Kanisius.
Lodera, Drs., I.B., 2005, Pendidikan Agama Hindu
Dalam Keluarga, Makalah Disampaikan Dalam Rangka Pendalaman Sradha TP. Pkk
Kabupaten Badung.
Sudarsana, Iketut, S. Ag., 2006, Pengantar
Upanisad, Institute Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Sekolah Tinggi Agama
Hindu Dharma Nusantara
Jakarta 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar