Senin, 12 November 2012

Makna Filosifos Peristiwa "Pembakaran Diri" Dewi Sita Dalam Kehidupan Masyarakat Hindu Dewasa Ini


SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU DHARMA NUSANTARA JAKARTA




MAKNA FILOSOFIS PERISTIWA “PEMBAKARAN DIRI” DEWI SITA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT HINDU DEWASA INI




SKRIPSI



Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Agama Hindu



Iin Retno Wulandari
0809.00.0771
2009.02.0105



JURUSAN KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
JAKARTA
Juli 2012


QUOTE

  • Wahrheiten wollen erkannt und festgestelld, eben bewahrheitet sein, die wahrheifen selbst bedarf dessen nicht, sondern sie ist es, die allein bewaehrt. Was orgend als wahr erkannt sein und galten soll (Paul Natorp – Individuum und Gemeinschaft)

Segala kebenaran maunya di ketahui dan dinyatakan, dan juga di benarkan; kebenaran itu sendiri tidak perlu akan itu, karena dialah yang menunjukkan apa yang diakui benar dan harus berlaku.

  • Janganlah kita merasa paling benar sendiri, karena kebenaran itu tidak ada yang parsial. Ia ada dimana-mana, dalam perpektif apa saja. Siapa tahu yang kita yakini sebagai kebenaran hari ini, lusa tidak menjadi kebenaran lagi. Siapa tahu yang kita anggap sebagai kebenaran dalam satu bidang, ternyata diaggap sebagai kesalahan dalam bidang yang lain ( Bryan S. Tuner)

KATA PENGANTAR

            Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:
(1)   Bapak Prof. DR. Ir. I Made Kartika Diputra, Dipl. Ing selaku ketua STAH Dharma Nusantara Jakarta
(2)   Bapak I Gusti Ngurah Rai, S.Ag selaku pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;

(3)   Ibu L.G. Saraswati Dewi, M.Hum selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, arahan, serta semangat dalam penyusunan skripsi ini;

(4)   Bapak dan Ibu Dosen STAH Dharma Nusantara Jakarta yang telah memberikan semangat dan dorongan secara moral maupun spiritual kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam perkuliahan dapat berjalan dengan baik;

(5)   Kepada Orang tua saya, Sudarmadi dan Supartini yang telah memberikan bantuan baik moral maupun material hingga tersusunnya skripsi ini;

(6)   Kepada kedua adik saya tersayang, Pekik Wicaksono dan Damar Dayu Mukti atas segala dukungan dan pengorbanan yang diberikan kepada saya selama menempuh pendidikan S1 di STAH Dharma Nusantara Jakarta;

(7)   Kepada teman-teman seangkatan saya dan juga sahabat- sahabat baik saya, Widi, Dian, Yani, dan Bheta yang telah banyak memberikan dukungan, kritik, dan masukan selama proses penulisan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam hal ini adalah Ilmu Pengetahuan Agama Hindu.

Jakarta, 15 Juli 2012

Penulis


Iin Retno Wulandari


ABSTRACT

Name                           : Iin Retno Wulandari
Study Program           : Pendidikan Agama Hindu
Title                       : Makna Filosofis Peristiwa “Pembakaran Diri" Dewi Sita dalam Kehidupan Masyarakata Hindu Saat Ini

The theme of this skripsi is regarding of the immolation of Goddess Sita in Ramayana’s story. This theme has been captured based on a consideration of discrepancy in understanding Ramayana as a popular literary and religious literature, the discrepancy is dominantly centered on the immolation of Goddess Sita fragment. Research of this skripsi is literature study by using Gadamer's Hermeneutics and intertextual approach. This study also use some concepts such concept of loyalty, body, Sati Brata, and the concept of Maya, to reveal the more relevant interpretation of the immolation of Sita. This study found that Sita’s immolation can be interpreted as a symbol of dharma, loyalty, and yajna of a wife. Besides, other studies found the presence of Sita is expressed as a symbol of Prakrti, the existence of which in his interpretation Mayasita have the concept of a view that is consistent with the philosophy of Advaita Vedanta, and the spirit of feminism  of Sita’s Characater.

Key Words: Sita, Immolation, Ramayan


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................            i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ...........................             ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI.....................................             iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.........................             iv
QUOTE…….....................................................................................             vi

KATA PENGANTAR....................................................................             vii       
ABSTRAK ......................................................................................             ix
DAFTAR ISI ...................................................................................             xi
DAFTAR TABEL...........................................................................             xii

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………...             1
1.1        Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2        Fokus Penelitian  .................................................................................. 7
1.3        Tujuan Penelitian `................................................................................ 7
1.4        Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB 2 LANDASAN KONSEPTUAL DAN METODELOGI
PENELITIAN……………………………………………………..             9
2.1... Definisi Istilah .........................................................................             9
         2.1.1        Definisi Makna .........................................................             9
         2.1.2        Definisi Filosofis ......................................................             9
         2.1.3        Deifinisi Dewi Sita....................................................             9
2.2... Tinjauan Pustaka ......................................................................             10
2.3... Landasan Konseptual ..............................................................             10
         2.3.1        Konsep Kesetiaan dalam Ramayana ........................             10
         2.3.2        Konsep Sati Brata dalam Ramayana.........................             11       
         2.3.3        Konsep Tentang Tubuh.............................................             16       
         2.3.4        Konsep Tentang Maya .............................................             17
2.4    Metode Penelitian.....................................................................             19
         2.4.1        Pendekatan dan Jenis Penelitian...............................             19
         2.4.2        Sumber Data..............................................................             20
         2.4.3        Prosedur Pengumpumpulan Data..............................             20
         2.4.4        Analisis Data.............................................................             21
        
BAB 3 DATA PENELITIAN .......................................................             28
3.1         Ramayana ............................................................................................ 28
         3.1.1        Kedudukan Ramayana dalam Kepustakaan Suci Hindu      28
         3.1.2         Ringkasan Cerita Ramayana ...................................             39
3.2         Sita........................................................................................................ 43
3.2.1       Kelahiran Sita ……………………………………...                        44
3.2.2                       Pernikahaan Sita dengan Rama..…………………..                     50
3.2.3        Penculikan Sita oleh Rahwana …………………….             52
3.2.4       Pembuktian Kesucian Diri Sita ……………………             53

BAB 4   MAKNA FILOSOFIS PERISTIWA“PEMBAKARAN DIRI”
              DEWI SITA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
  HINDU DEWASA INI……………………………………           57
4.1. Makna Filosofis Peristiwa Pembakaran Diri Dewi Sita   ................        57
            4.1.1    Simbol Dharma, Kesetiaan, dan Yajna Tetingi Seorang
         Istri ............................................................................ 58
4.1.2    Pengambilan Kembali Sita dari Agni : Pandangan Hindu
         Tentang Maya ………………………………………            66
4.1.3    Simbol Dunia Materi ………………………………              71
4.2.      Interpretasi Peristiwa “Pembakaran Diri” Dewi Sita Pada
Kehidupan Saat Ini …………………………………………                        73
4.2.1    Kesetiaan Istri Kepada Suami            ……………………...            74
4.2.2    Aspek Feminisme dalam Karakter Sita ……………              76
4.2.3    Ramayana Sebagai Simbol Perjalanan Individu …..              81

BAB 5 KESIMPULAN...................................................................             86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


DAFTAR TABEL

Bagan 2.1.       Skema Hermeneutika Gadamer ……………………             23
Bagan 3.2.       Skema Kedudukan Ramayana dalam Kepustakaan
Suci Veda ……………………..............................                34




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sebagai sebuah epos atau viracarita yang memberikan visi universal terhadap tujuan dan idealisme kehidupan manusia berdasarkan pada terminologi dharma, Itihasa juga dianggap mendapatkan aliran langsung dari pemikiran agung Veda. J.N. Farquah dalam bukunya An Outline of the Religious Literature of India mengungkapkan bahwa pada mulanya Itihasa hanya merupakan epos atau Viracarita yang dalam perkembangannya kemudian menjadi sejarah susastra agung agama serta menempati kedudukan penting bagi masyarakat. Itihasa juga menjadi penanda awal munculnya sekte - sekte dalam Hinduisme. (Titib, 2008:7)
Sementara Amarakosha menjelaskan Itihasa yang terdiri dari tiga kata Iti + ha + asa yang berarti sudah terjadi demikian, yang kemudian dimaknai sebagai Purvavritta atau kejadian di masa lampau.
Terlepas dari kisahnya yang bersifat semi fantasi, sentuhan mitologi yang kuat didalamnya membuat Itihasa memiliki ciri khas sebagai sebuah sastra spiritual. Gambaran tentang peradaban manusia dimasa silam dengan nilai-nilai moralitas, kebijaksanaan, kemanusiaan, misi-misi suci Veda, serta idealisme pandangan Hindu kuno terhadap kesempurnaan hidup, keluarga, kenikmatan, maupun kepemilikan yang diarahkan pada jalan kesempurnaan hidup manusia diajarkan melalui implementasi sikap para tokohnya. Oleh karenanya Itihasa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam struktur kepustakaan suci Hindu.
Seperti yang diketahui secara umum, Itihasa terdiri dari dua kitab besar yaitu Ramayana dan Mahabharata. Ramayana adalah epos yang menceritakan perjalanan hidup Rama yang oleh sebagian besar umat Hindu dipercaya sebagai Avatara dari Dewa Wisnu, sedangkan Mahabharata adalah epos yang menceritakan keavataraan Sri Wisnu dalam wujud Krisna ditengah konflik keluarga antara Kurawa dengan Pandawa. Meskipun sama-sama mengisahkan tentang Avatara Wisnu serta mengandung ajaran nilai moral yang luhur, ada perbedaan yang cukup mendasar dari kedua epos besar tersebut. Apabila Ramayana berhilir pada kama dengan Dewi Sita sebagai sentral, maka dalam Mahabharata yang menjadi fokus adalah perebutan harta dengan kerajaan Indra Prasta sebagai sumber permasalahan. Bisa dikatakan apabila Mahabharata berorientasi konflik pada Artha, maka didalam Ramayana konfliknya lebih berorientasi kepada Kama. Berbeda dengan Mahabharata yang menggambarkan nuansa kepahlawanan yang dominan, Ramayana justru memiliki nuansa roman yang sangat kental dengan bahasa penulisan yang puitis dan sarat dengan emosi, sehingga Ramayana disebut juga sebagai Arsakavya yang berarti syair yang indah. Disamping itu, kisah Ramayana adalah sebuah kisah yang sangat mengedepankan esensi kemanusiaan. Mengikuti skema besar kisah Ramayana, pembaca dituntun untuk memahami bahwa nilai-nilai mendasar seperti kesetiaan dan kejujuran mulai dari berumah tangga, berbangsa, dan bernegara sangat ditentukan oleh nilai filosofis dari diri orang tersebut. 
Kisah Ramayana dituliskan oleh Maharsi Valmiki dan terbagi dalam tujuh kanda.  Ketujuh kanda tersebut antara lain adalah Bala Kanda yang menceritakan kehidupan masa kanak-kanak Sri Rama hingga pernikahannya dengan Sita, Ayodhya Kanda berkisah tentang penobatan Sri Rama menjadi raja Ayodhya yang kemudian dibatalkan dan berakhir dengan tragedi pembuangannya kehutan selama 14 tahun, Aranya Kanda menceritakan tentang masa pembuangan Sri Rama ke hutan hingga penculikan Dewi Sita oleh Rahwana, sementara kisah pertemuan Rama dengan Hanuman, Sugriwa, dan Subali dikisahkan  dalam Kiskindha Kanda, kisah tentang pembangunan jembatan oleh pasukan Sri Rama untuk menyeberang ke Lanka diceritakan dalam Sundara Kanda, Yuddha Kanda mengisahkan tentang pertarungan Rama dengan Rahwana, dan kanda terakhir adalah Uttara Kanda  menceritakan tentang kembalinya Rama dalam wujud aslinya sebagai Narayana. Ketujuh kanda tersebut dituliskan dalam bentuk sloka atau syair yang banyaknya hampir mencapai 24.000 sloka dan digubah dalam berbagai versi dengan penulis yang berbeda-beda meskipun tanpa menghilangkan inti dari ceritanya. Di berbagai belahan dunia seperti Thailand, Kamboja, Sri Lanka, Vietnam, Laos, maupun Filiphina, Ramayana telah dipentaskan dalam berbagai bentuk pertunjukan seni. Sementara di Indonesia sendiri selain digubah dalam bentuk kekawin oleh Bhagawan Yogisvara, Ramayana juga banyak diabadikan dalam bentuk lukisan, relief candi, cerita-cerita pewayangan, maupun dalam bentuk sendratari.
Selain ditempatkan sebagai bagian dari sastra spiritual, dalam perkembangannya Ramayana banyak dinikmati oleh masyarakat baik secara umum maupun dari kalangan tertentu seperti kalangan sastrawan dan cendekiawan.  Hal ini membuat keberadaan Ramayana tidak saja diterima  sebagai bagian dari kepustakaan suci Hindu, melainkan juga diterima sebagai bagian dari karya sastra populer. Kepopuleran Ramayana yang dinikmati oleh berbagai kalangan dengan latar belakang yang berbeda membuat Ramayana terlahir dengan interpretasi yang berbeda-beda. Konsekuensi logis yang kemudian tidak dapat dihindari adalah munculnya interpretasi yang saling bertentangan dan cenderung bersifat kontroversi terhadap pemaknaan kisah Ramayana. Bukan saja karena tidak semua nilai-nilai Veda yang menjadi tolak ukur ideal dalam kisah Ramayana dapat dimaknai dengan baik oleh masyarakat secara umum, melainkan juga kenyataan bahwa teks Ramayana yang telah dituliskan sejak ribuan tahun sebelum masehi kini harus diinterpretasikan dalam suatu sistem kehidupan masyarakat yang sudah jauh lebih maju dan modern, dimana standar “ideal” masyarakatnya sedikit banyak telah mengalami perubahan.
Salah satu bagian dari Ramayana yang sering memunculkan kontrovesi adalah peristiwa “pembakaran diri” Dewi Sita yang diceritakan dalam Yuddha Kanda. Dalam kanda tersebut diceritakan bahwa setelah kemenangan Rama atas Rahwana, Dewi Sita tidak begitu saja diterima kembali oleh Rama. Dewi Sita harus menjalani ujian untuk membuktikan kesucian dirinya dengan menceburkan diri ke dalam kobaran api. Meskipun pada akhirnya Dewi Sita berhasil membuktikan kesucian dirinya dan tidak terbakar oleh kobaran api, namun fragmen “pembakaran diri” yang dilakukan oleh Dewi Sita tersebut menjadi episode yang paling mengguncang nurani pembaca Ramayana secara umum, terutama di abad-abad kebangkitan hak-hak wanita seperti saat ini. Para pejuang hak wanita jelas tidak akan mudah menerima perlakuan semacam itu, tidak peduli bahwa kejadian tersebut telah belangsung sejak ribuan tahun yang lalu atau bahkan jika kejadian tersebut tidak benar-benar terjadi. Seperti sebuah tulisan yang terbit disebuah redaksi mingguan Monday Eve di Bombay pada edisi Diwali tahun 1978, ketika seorang wanita Jyoti Punwani menyatakan keberatannya atas prilaku Rama kepada Sita dalam ujian “pembakaran dirinya”. Jyoti Punwani menggambarkan tindakan Rama sebagai tindakan yang cenderung kasar dan mengarah pada Chauvinistis    (Pal.1995: vii). Tulisan tersebut langsung menyulut api dan mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan yang sangat mengagungkan Rama sebagai keawataraan Wisnu.
Beberapa pandangan secara konsisten menyatakan bahwa pada saat itu Rama dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit antara mempertahankan Sita, istrinya atau mempertahankan kepercayaan rakyat kepadanya, akan tetapi alasan tersebut sering kali tidak begitu saja membuat pembaca Ramayana dapat menerima tindakan “membakar diri” yang akhirnya harus dipilih oleh Sita. Digambarkan sebagai figur manusia yang ideal keragu-raguan Rama terhadap kesucian Sita seakan-akan mengecilkan dedikasi dan pengabdian Sita sebagai wanita sekaligus sebagai seorang istri, sementara kedua hal tersebut telah ditunjukan oleh Sita dalam Ayodhya Kanda, ketika dia rela meninggalkan berbagai kemewahan dan kenyamanan istana untuk dapat mengikuti Rama dalam masa pembuangannya ke hutan selama 14 tahun, serta secara konsisten tergambarkan dalam keteguhan hatinya yang tidak berpaling kepada Rahwana meskipun dibujuk dengan berbagai rayuan serta kemewahan.
Dalam penafsiran yang lebih kritis, peristiwa “pembakaran diri” Dewi Sita tidak saja dipandang sebagai suatu bentuk ketidakadilan tetapi juga sebagai sebuah gambaran keterasingan dan kekerasan simbolis terhadap perempuan. Bagaimana berbedanya masyarakat memandang dan memperlakukan tubuh pria dan wanita seperti mendapatkan penegasan kembali melalui kisah tersebut. Bagi seorang wanita tubuh seakan-akan tidak hanya menjadi miliknya pribadi, melainkan menjadi suatu representasi nilai yang harus dipertanggung jawabkan dihadapan masyarakat secara luas. Sementara disisi lain laki-laki, memiliki kewenangan penuh atas tubuhnya.
 Reaksi penolakan terhadap “pembakaran diri” Sita pada akhirnya memunculkan karya-karya baru yang bersifat menggugat. Kemunculan karya sastra seperti novel Rhuvana Tattwa karya Agus Sunyoto, novel Kitab Omong Kosong karangan Sena Gumira Ajidarma, puisi Elegi Sita karya Dorothea Rosa Herliany, maupun puisi Sita Obong yang dituliskan oleh Farid Maulana adalah merupakan bentuk-bentuk kritik yang menyodorkan penolakannya terhadap prilaku kejam Rama terhadap istrinya.
Salah satu karya yang cukup kontroversial dan mengundang banyak sorotan masyarakat adalah sebuah film dengan judul “Requiem of Java: Sita Obong” yang digarap pada pertengahan tahun 2005 oleh salah satu sutradara ternama di Indonesia, Garin Nugroho. Garin Nugroho menyatakan dalam sebuah wawancaranya bahwa film “Requiemof Java ;Sita Obong” diilhami oleh cerita dalam epos Ramayana. Garin Nugroho menjelaskan bagaimana dia menemukan adanya sebuah paradoks pada Sita atau Shinta, yang disatu sisi ditempatkan sebagai tanah yang didoakan Rama dan tanah dibajak oleh Rahwana disisi lainnya. Melalui film tersebut Garin Nugroho manggambarkan keberadaan seseorang yang tanpa daya tapi berusaha bertahan menjaga miliknya, akan tetapi melampiaskan kemarahan dengan perusakan ketika terpojok. Di sisi lain ada sosok sewenang-wenang yang tanpa hati melakukan penguasaan terhadap apa yang bukan menjadi miliknya.  
Peristiwa pembakaran diri Dewi Sita dalam kisah pewayangan jawa dikenal dengan lakon Sita Obong atau Sita Labuh Geni,  yang kemudian sering diartikan sebagai Sati brata, yaitu tindakan ”pembakaran diri” yang dilakukan oleh seorang wanita ketika suaminya meninggal. Tindakan ini biasanya dilakukan oleh seorang wanita dengan mengorbankan dirinya hidup-hidup ke dalam kobaran api kremasi suaminya. Tradisi ini diyakini  dari kisah Dewi Sati, yang juga dikenal dengan nama Dakshayani yang melakukan pengorbanan diri dengan terjun ke dalam api pembakaran yajna karena tidak mampu menanggung hinaan Daksha (ayahnya) terhadap Siva (suaminya). Kisah tentang kesetiaan sempurna Dewi Sati kepada Siva inilah yang membut Sati brata banyak dianggap sebagai tindakan yang menjadi simbol kesetiaan tertinggi seorang istri kepada suaminya, sementara disisi lain tindakan ini juga banyak menimbulkan kritik keras dari berbagai kalangan karena dinilai menyalahi nilai-nilai kemanusiaan.
Kenyataan bahwa umat Hindu menempatkan Ramayana sebagai bagian penting dalam kepustakaan sucinya, mengagungkan tokoh-tokoh didalamnya, bahkan sebagian besar mempercayainya sebagai sebuah sejarah yang pernah benar-benar terjadi di masa lalu, membuat masyarakat Hindu tidak bisa begitu saja berpaling dari berbagai bentuk kontroversi muncul bersama keseluruhan kisah Ramayana. Keadaan ini tentu saja membuat berbagai kritik yang ada pada akhirnya menjadi sebuah kesenjangan yang harus dapat dikaji dan dijawab oleh ajaran Hindu. Terlebih terhadap kalangan yang menganggap kisah tersebut menyimbolkan kekerasan terhadap wanita. Disini harus ada suatu penjelasan, alasan, dan keterangan yang mampu memberikan jawaban yang tepat atas rasa ketersinggungan mereka sebagai wanita yang merasa dilecehkan melalui kisah “pembakaran diri” Sita tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul berkaitan dengan peristiwa “pembakaran diri” Dewi Sita bukan tidak mungkin pada akhirnya akan merujuk pada pertanyaan terhadap ajaran Veda. Sangat penting bagi umat Hindu untuk dapat mengkaji dan memaknai kembali akar-akar dan kepekaan bagi kenyataan yang lebih mendalam terhadap peristiwa “pembakaran diri” Dewi Sita, sehingga tidak terjebak pada intelektual yang menghakimi ataupu sebaliknya, terjebak pada pengidolaan yang membabi buta.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, serta berdasarkan kepustakaan yang ada, maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji dan meneliti peristiwa “pembakaran diri” Dewi Sita dalam skripsi yang berjudul “Makna Filosofis Peristiwa “Pembakaran Diri” Dewi Sita dalam Kehidupan Masyarakat Hindu Dewasa Ini”

1.2     Fokus Penelitian
Berdasarkan  uraian yang disampaikan pada latar belakang, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :
1.      Apakah ”pembakaran diri” Dewi Sita memiliki nilai-nilai filosofis kehidupan?
2.      Bagaimana memaknai filosofi  ”pembakaran diri” Dewi Sita dalam kehidupan masyarakat Hindu dewasa ini?

1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka dapat disampaikan tujuan khusus dari penelitian  yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengkaji makna filosofis kehidupan dari peristiwa ”pembakaran diri”     Dewi Sita.
2.    Untuk mencari makna filosofis peristiwa “pembakaran diri” Dewi Sita dalam kehidupan masyarakat Hindu Dewasa ini.

1.4    Manfaat Penelitian
Suatu penelitian yang dilakukan hendaknya memiliki nilai manfaat bagi kehidupan masyarakat maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Demikian pula dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu manfaat, khususnya bagi masyarakat dan perkembangan pengetahuan tentang Hindu.

a.    Manfaat  Praktis
Melalui kisah Ramayana masyarakat Hindu secara praktis diberikan suatu tuntunan untuk hidup bedasarkan pada idealisme Veda. Tuntunan tersebut diberikan melalui penggambaran idealisme hidup tokoh-tokoh dalam Ramayana. Untuk itu penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu gambaran baru bagi masyarakat Hindu dalam memaknai dan mengimplementasikan ajaran-ajaran mulia dalam kisah Ramayana, serta menjawab kesenjangan yang mungkin muncul dalam membaca kisah Ramayana. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan motivasi kepada masyarakat Hindu untuk lebih mengembangkannya dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

b.      Manfaat  Teoritis
Sebagai bagian dari masyarakat akademis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan agama Hindu, serta dapat memberikan suatu pandangan baru untuk menjawab kesenjangan yang mungkin muncul dalam mengitepretasikan ajaran-ajaran Hindu. Dalam hal ini adalah terhadap peristiwa ”pembakaran diri” Sita dalam Yuddha Kanda cerita Ramayana. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi penelitian-penelitian yang akan datang serta berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. 

selengkapnya lihat disini

Sabtu, 10 November 2012

Makna Filosofis Cerita Ramayana Dalam Kehidupan Manusia


KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Dengan memanjatkan angayubahgia kehadapan Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala anugrahanya kepada kita semua sehingga kami dari kelompok IV dapat menyusun tugas makalah ini dengan judul “Makna Filosofis Cerita Ramayana Dalam Kehidupan Manusia”, dapat selesai tepat pada waktunya tanpa ada halangan suatu apapun.
Ramayana adalah merupakan epos tertua dalam budaya Hindu Dharma yang menuturkan tentang cerita Perjalanan Rama yang merupakan reinkarnasi dari Dewa Wisnu. Versi yang asli terdiri dari 24.000 bait sansekerta yang disusun oleh Rsi Walmiki menjelang periode 600-300 SM. Kemudian pada abad ke-17 versi yang sangat terkenal dari epos ini disusun dalam bahasa India oleh Tulsidas yang merupakan penyair india yang terkenal. Dalam epos inilah yang merupakan penggambaran dari konsep Hindu tentang sebuah masyarakat yang ideal yang didasarkan pada dharma, keadilan, kebenaran, dan kedamaian, yang merupakan sebuah cerita yang benar-benar terjadi yang bukan hanya sekedar mitos yang menjadi panutan seluruh bangsa di dunia.
Dan mengingat keterbatasan pengetahuan dan waktu, kami team penyusun berharap bahwa karya tulis ini dapat menjadi referensi diperpustakaan dan hasil penelitian ini menjadi Pioner yang dapat menggugah para pemikir untuk dikembangkan yang akan berguna untuk kemajuan Hindu dimasa yang akan datang. Dengan segala kerendahan hati, kami team penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga Hyang Widhi Wasa memberikan kesejahteraan kepada kita semua.

Om Santih, Santih, Santih Om
Jakarta,   04  Februari   2012
                                                                                       
                                                                                        Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halamn
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
KATA PENGANTAR ............................................................................
ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
iii
BAB  I
PENDAHULUAN................................................................
1
1.1    Latar belakang ..............................................................
1
1.2    Rumusan Masalah ........................................................
3
1.3    Tujuan Dan Manfaat Penulisan ....................................
3
BAB  II
LANDASAN KONSEPTUAL ...........................................
4
2.1    Pengertian Makna ........................................................
4
2.2    Pengertian Filosofis .....................................................
4
2.3    Cerita Ramayana ..........................................................
5
2.4    Pengertian Perkembangan ............................................
9
BAB  III
SINOPSIS RAMAYANA ...................................................
10
3.1    Balakanda .....................................................................
10
3.2    Ayodhyakanda .............................................................
21
3.3    Aranyakanda ................................................................
21
3.4    Kiskindhakanda ...........................................................
24
3.5    Sundarakanda ...............................................................
25
3.6    Yuddhakanda ...............................................................
27
3.7    Uttarakanda ..................................................................
33
BAB  IV
ANALISISMAKNAFILOSOFISCERITARAMAYANA
DALAM KEHIDUPAN UMAT MANUSIA ...............................................................................................
34
4.1    Makna Filosofis ...........................................................
34
4.2    Makna Spiritual ...........................................................
36
BAB  V
PENUTUP.............................................................................
39
5.1    Kesimpulan ..................................................................
39
5.2    Saran ............................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
41


TIM PENYUSUN

                 
              I Wayan Kantun Mandara                                                        I Wayan Balik
                   
Untung Suhardi                                            Kadek Hemamalini
                  
      I Gst  Ngurah Bagus Tirta Darma                                 I Made Saisan


selengkapnya klik disini